Jumat, 27 November 2015

Seruling Cinta



           
          

             
             Kerja lelaki dahulu kalau tidak bertani, mereka  pergi mencari kayu di hutan. Bukan semudahnya pergi dan pulang. Kadang ada yang bertemu dengan harimau tidak kurang jelmaan dari alam lain. Makanya kerja mencari kayu ke hutan kerja lelaki sejati yang kuat hatinya. Yang mana hidupnya ingin berbakti tidak kira apa pun rintangan. Perginya pagi pulangnya hampir mentari terbenam.

“Cuaca agak baik hari ni, bolehlah aku pergi ke hutan untuk mencari kayu atau rotan” Bisik Putra

Putra adalah seorang pemuda yang rajin. Dia tinggal bersama ibubapanya yang sudah berusia. Putra mengganti ayahnya ke  hutan semenjak ayahnya sudah tidak kuat lagi. Dia seorang yang masih muda di umur lewat 25 tahun dengan rupa yang tampan dan peribadi yang sangat baik. Di kawasan kampung yang diberi nama Bunga  Mawar, Putra disebut-sebut  sebagai pemuda yang berani kerana sanggup pergi ke hutan seorang diri. 

Bagi Putra itu biasa kerana ayahnya juga pencari kayu di hutan. Dia dibesarkan dengan hasil pencarian ayahnya. Kini ayahnya sudah lanjut usia maka dialah yang harus bertanggungjawab mencari hasil pencarian untuk ayah dan ibunya pula. Sesudah dia ditatang bagai minyak penuh maka sekarang masa untuk dia membalas budi pula. 

“Ibu saya sudah mahu pergi ni” jerit Putra dari muka pintu.
“Nanti dulu Putra, ini ada bekal buat kamu.” Sahut ibu Putra, Cik Siti.
“Kalau banyak ini bekalnya seperti mahu putra pergi selama berhari-hari.”
“Ish, ada-ada saja kamu ni, ibu mahu kamu makan banyak supaya lebih bertenega”
“Ya saya  tahu ibu sayang dengan anaknya ni.” Balas Putra sambil ketawa kecil.
“Baiklah ibu, saya pergi dulu.” Putra memulakan langkahnya dengan mencium tangan ibunya.

Putra mempunyai ilmu yang cukup untuk masuk ke hutan.  Segala ilmu yang diperlukan seseorang untuk pergi mencari kayu dihutan diturunkan oleh ayahnya kepada Putra. Ayahnya seorang yang terkenal mahir memasuki hutan di kalangan penduduk kampung Bunga Mawar. Kata pepatah, “buah tidak akan jatuh jauh dari pokok” , Putra sangat mewarisi kemahiran dari ayahnya.

***
           
“Aku perlu berehat dulu di sini” Putra menyandarkan tubuhnya di sepohon pokok untuk melepaskan lelahnya. 

Putra duduk sebentar menikmati bekalan yang disediakan ibunya tercinta. Kayu-Kayu dan rotan yang sudah dicari, diikat dan diletakkan ditepi. Dalam menunggu tenaganya untuk berangkat pula datang kembali, Putra seperti biasa memainkan seruling memecah kesunyian dihutan. Beralunlah bunyi tiupan seruling milik Putra melalui hutan-hutan dengan penuh kemerduan seakan-akan menyanyikan lagu damai. Biasanya kalau Putra memainkan di rumah pasti aka ada yang duduk terpaku mendengarkan ketenangan tiupan seruling.

“ Diam, jangan bersuara, nanti dia dengar” 

Putra berhenti meniupkan serulingnya.Kedengaran seperti ada suara wanita yang sedang memerhatikan dirinya. Dia perlahan-lahan menggerakkan matanya melihat ke sekeliling. Jauh di tengah hutan tidak mungkin ada wanita yang berani bermain-main di sini. 

“Tak mungkin, Mayang nak takut-takutkan aku sampai di tengah hutan, dia pun pasti tak berani.” Bisik Hati Putra

Putra memberanikan diri melihat disebalik semak-semak dan pokok. Kedengaran ada pergerakan yang memijak ranting-ranting kecil seperti cuba melarikan diri. Putra langsung menuju dan bersuara,
“Siapakah gerangan yang memerhatikan saya tadi.” 

Ternyata tidak ada kelihatan mana-mana gadis disitu. Putra ingin melupakan tentang suara itu dan berangkat pulang. Akan tetapi Putra menemui secarik kain bewarna merah hati yang teragntung pada ranting. Kainnya lembut dari sutera yang menurut Putra payah untuk ditemui kecuali dari Istana atau Para Bangsawan. 

Putra mencari akal untuk membuat gadis itu keluar. Perasaan lelaki Putra ingin mengetahui seberapa cantik wanita pemilik kepada carikan kain berwarna merah hati ini. Mungkinkah dia memiliki wajah seperti kebanyakan Putri-Putri di istana. Wajahnya putih kemerah-merahan dengan rambut yang disanggul rapi, hidung kecil seperti paruh burung, alis mata yang melengkuk dan mata yang indah yang seperti bulan purnama. Putra membayangkan seperti Putri-Putri yang pernah dia lihat ketika ada acara di Istana. Putra pernah mengimpikan untuk memiliki isteri secantik itu ketika usianya remaja  tetapi dia tahu itu cumalah khayalan kerana dia cuma orang biasa. 

“Saya tahu kamu ada disini, keluarlah, mungkin kita boleh berkenalan dan berteman.” Teriak Putra.
Selang beberapa nafas Putra mendengar balasan,
“Saya suka mendengar tiupan seruling kamu, bolehkah kamu meniupnya lagi?”
Suara gadis menjawab.
“Baiklah, saya boleh meniupkannya untuk kamu tetapi keluarlah, lihatkan diri kamu dulu.” 

 Gadis itu melihatkan diriya, disisinya ada seorang gadis lain yang kelihatan seperti teman rapat gadis tersebut. Putra tergamam, matanya bulat dari biasa, mukanya pula terukir senyuman kecil seperti ada impian yang menjadi kenyataan dan lidahnya kelu untuk memulakan bicara. 

Gadis itu bersuara, “Maaf kalau menganggu kamu, saya Putri Melati dan ini dayang di Istana yang selalu menemani saya namana Seri. Siapa nama kamu?”

Putra masih terpukau dengan kecantikkan Putri Melati. Matanya menerenung tepat ke wajah Putri Melati. Dia masih tidak sedar dengan pertanyaan dari Putri Melati. Seri yang merupakan dayang kepada Putri Melati berasa lucu melihatkan gayanya Putra tadi berkata sambil ketawa,

“Siapa yang tidak akan terpesona melihat bulan purnama,
Kalau Para Pecinta akan terpaku, apatah lagi si peniup seruling biasa.”

Gelaran Peniup Seruling biasa tadi menyentak telinga Putra dari terpaku di dalam kecantikan wajah Putri Melati. 

“Apa yang Tuan Putri pertanyakan tadi, saya terlepas mendengarnya/”
“Siapa nama kamu?” Soal Putri Melati dengan tutur yang sungguh sopan.
“Saya bernama Putra, saya seorang pencari kayu di hutan. Tuan Putri berasal dari mana, saya tidak pernah melihat Putri di berdekatan sini sebelumnya?” 

Putri Melati berpandangan dengan dayangnya Seri seperti ada sesuatu yang takut ingin disampaikan kepada Putra. Melihatkan keadaan itu Putra memujuk, 

“Ceritakan saja yang sebenarnya, saya sudah biasa dengan hal-hal seperti ini kerana masuk ke hutan ini bukanlah kali pertama berlaku sesuatu yang tidak sangka-sangka.”

Putri Melati senang mendengarkan jawaban Putra. Dia mencritakan dirinya dari Kayangan. Turunnya bersama dayang-dayang lain untuk melihat-lihat dan bermain-main di hutan yang terdapat air sungai yang jernih. Putri Melati sering ke situ bersama dayang-dayangnya. Pada suatu hari ketika dia sedang bermain di sungai, dia terdengar tiupan seruling dari Putra. Dia berasa tenang dengan tiupan seruling Putra dan dayang-dayangnya juga terhibur mendengarkannya. 

Sudah lama Putri Melati mendengarkannya dari jauh, cuma kali ini Putri Melati ingin melihat dan mengenali peniupnya secara dekat. Dia telah jatuh hati dengan tiupan seruling Putra dan dengan terbuka mengakui isi hatinya yang melihat Putra sebagai seorang yang baik dan indah wajahnya. Dia tahu Puta ke hutan untuk menjaga kedua ibu bapanya yang sudah tua.
Putra agak senang mendengarkan luahan hati Putri Melati,

“Kalau begitu kejujuran kata hati
Biarlah seruling ini menghiburkan sehingga nafas terhenti”

            Putri Melati tertunduk malu mendengar kata-kata Putra. Dalam masa yang singkat, ketenangan seruling menyatukan dua hati yang baik. Namun, cinta saja tidak mencukupi kerana mereka dari dua tempat yang berbeza. Dari kedudukan pasti jauh sama sekali, lebih jauh dari kayangan perbezaannya. 
                        Selepas menghiburkan Putri Melati dengan tiupan seruling. Putra bertanya, 

“Bilakan boleh bertemu lagi Putri?”  kali ini Putra membahasakan buah hatinya sebagai Putri seperti yang dipinta oleh Putri Melati. 

“Saya tidak tahu kerana kebenaran untuk turun ke dunia manusia tidak selalu. Pasti akan lebih menjadi masalah lagi sekiranya Istana tahu saya berhubungan dengan manusia. Takut-Takut saya tidak dibenarkan untuk turun lagi” Bicara Putri Melati dengan kecewa.
            “Kalau begitu berjanjilah, ketika Putri turun dan mendengar tiupan seruling saya, Putri akan datang menemui saya.” Rayu Putra. 

            “Baiklah Putra, saya berajanji.” 

“Kerana kasih sanggup tersisih
Kerana cinta ada derita
Hanya yang setia sedia berkasih
Hanya cinta sedia menempuh badainya”

***

Putra malam itu merehatkan badan dengan bayangan wajah dan senyuman Putri Melati. Siapa sangka orang sepertinya boleh bertemu dengan wanita secantik itu. Tiupan seruling yang biasa saja menurut orang kampungnya menjadi begitu istimewa oleh seorang Putri dari kayangan. Mungkin yang dinamakan takdir terlalu luas dan rahsia dan tidak terjangka. Putra dengan senyuman melelapkan matanya. 

Keesokan pagi, ketika cahaya mentari masih lembut sinarnya, Putra bingkas bangun bersiap. Putra tidak sabar mahu menemui Putri Melati. Terburu-Buru Putra keluar dari rumah tanpa mengambil bekal dari ibunya seperti biasa, putra memulai langkah. Sesudah sampai di hutan Putra seperti biasa mengumpul kayu hutan dan berehat di pokok yang sering menjadi tempat teduhnya. 

Putra memainkan serulingnya. Kali ini lagunya dari hati, bunyi seperti luahan rasa cinta yang terbuku dihati, diringi kejujuran dan kesetiaan yang tidak akan boleh digugat, Putra meniupkan serulingnya. 

Lama Putra meniup seruling tetapi Putri Melati tidak juga kelihatan seperti janjinya. Putra terus meniup serulingnya dengan harapan. Walaupun sudah seperti mah kehabisan nafas Putra tetap meneruskan tiupan serulingnya. 

Sedang meniup seruling, Putra melihat Seri datang menghampirinya. Putra lantas bangkit dan menuju kepada Seri. Putra melihat Putri Melati tidak ada bersamanya. Ada sesuatu yang tidak kena menurut Putra. Tambahan, melihatkan wajah Seri yang tidak seceria semalam mereka bertemu.

“Tuan Putri mohon maaf kerana tidak dapat bertemu hari ini. Dan Tuan Putri tidak dapat menjanjikan lagi bila boleh bertemu. Semalam Istana mendapat tahu tentang pertemuan Putri Melati dengan kamu. Putri Melati dimarahi dan dihukum tidak akan dapat turun kedunia kecuali mengakui kesalahnnya dan tidak akan bertemu kamu lagi.” Luah Seri.
 
“Jadi apakah Putri Melati tidak akan bertemu dengan aku lagi?” soal Putra

“Tuan Putri tidak mahu mengakui, dia berkeras mahu bertemu dengan kamu dengan alasan cinta kepada kamu. Kerana itulah dia tidak dibenarkan Turun. Dia juga tidak mendapat layanan istemewa sebagi Putri selagi tidak mengakui kesalahanya”

“Sampaikanlah kepada Putri, janganlah sampai dia derita kerana manusia biasa sepertinya. Tak mengapa kalau mereka tidak boleh lagi bertemu, asalkan Putri hidup bahagia seperti biasa. Dia akan tetap meniupkan seruling dari jauh buat Putri seperti janjinya dulu. “ Pesan Putra kepada Seri buat Putri Melati .

Putra pulang dengan kecewa dan sedikit kesal. Putra tidak sangka pertemuan mereka semalam akan berubah seburuk itu. Putri kehilangan hak sebagai seorang Putri gara-gara mempertahankan rasa cintanya. Putra mengakui dia mungkin terlena sekejap oleh kecantikkan Putri Melati. Seharusnya dia mengukur baju di badan sendiri dan tidak menyusahkan Putri Melati dengan kata-kata manisnya semalam.

Putra jauh merenung sehingga sampai ke depan pintu rumahnya. Putra duduk di tangga mengeluh dan memikirkan dirinya dan Putri Melati.

Ibunya melihat perbezaan Putra yang tadinya keluar dengan ceria tetapi sugul selepas pulang. Sangka Ibunya mungkin Putra terlalu penat dan perlu berehat. Ibunya duduk ditangga rumah kayu bersama Putra. 

“Kenapa wajah kamu muram, apa ada sesuatu yang kamu fikirkan?”
“Tidak ibu, saya cuma terlalu penat” jawab Putra
“Ibu ingin beritahu kamu sesuatu, ibu ingin memberitahunya semalam tetapi kamu mungkin penat, pagi tadi pula kamu terburu-buru, ibu tidak sempat memanggil kamu.”
“Maaf ibu, pagi tadi saya ingin mengejar masa, ibu mahu beritahu apa?”
“ Kamu kenal Mayang, teman sepermainan kamu, dia sudah dewasa, ayahnya dan ayah kamu merupakan kawan baik, mereka bersepakat mahu menyatukan kamu dengan mayang, apa pandangan kamu.” 

Putra terkejut. Putra tidak mahu meberi jawapan terburu-buru kerana bimbang orang tuanya akan berkecil hati. Ayah Putra dan Mayang sudah lama berkawan baik.Mereka pasti mahu hubungan mereka menjadi lebih rapat dengan menyatukan Mayang dan dirinya. 

“Biarlah saya berbual dengan ayah dan bertemu Mayang dulu ibu” Putra menjawab meminta masa.
“Baiklah, ibu setuju, berkahwin bukan semudah menyarung cincin di jari” Ibunya memahami diri Putra.

***

Putra tidak ke hutan hari ini. Dia juga tahu dia tetap tidak akan dapat bertemu Putri Melati kalau dia pergi hutan hari ini. Maka dia Cuma mahu berbual dengan ayahnya dan bertemu dengan Mayang mengenai urusan penjodohan ini. Putra duduk bersama ayahnya sedang berehat di halaman rumah bersama burung nuri kesayangannya.  

“Makin besar burung nuri ni ayah” Putra cuba memulakan perbualan.
“ Ya, kalau dijaga dengan baik” jawab ayahnya.
Putra meneruskan niatnya, “Ayah apa penjodohan itu pasti atau masih dalam perbincangan.”
Ayahnya melihat wajah Putra, Putra takut juga kalau dimarahi ayahnya. Putra cuba melihatkan wajah tenang menunggu balasan jawapannya dari ayahnya.
“Kenapa kamu tanya begitu?”
“ Saya takut kalau tidak jadi sebab saya dengan Mayang cuma teman sepermainan. Kami cuma kawan, tidak pernah ada rasa cinta.” Putra cuba menjelaskan
“Itu kata kamu, kata Mayang bagaimana?”

Putra pelik dengan jawapan diberikan oleh ayahnya seolah-olah ayahnya tahu perasaan Mayang kepada dirinya. Tak mungkinlah Mayang suka dekat dirinya. Mayang sering meremehkan Putra dan serulingnya. Setiap kali Putra meniup seruling Mayang akan menutup telinga dan menjerit, ‘nyamuk’,’nyamuk’. 

“Nantilah saya tanyakan kepada Mayang ayah, saya Cuma tidak mahu terburu-buru, takut nanti ayah kecewa dan Mayang terluka.” 

“Fikirlah yang terbaik, ayah tidak mahu memaksa kamu juga. Persoalan pilihan samaseperti kecintaan ayah kepada burung nuri.  Ayah mungkin suka kepadanya, menjaga dengan baik dan burung nuri pun kelihatan baik bersama ayah. Tapi cubalah dibuka sangkarnya, pasti dia akan terbang jua kerana hidupnya ada di dunia luar.”

Putra dapat mengambil maksud tersirat dari ayahnya. Orang tua memang pandai memberi contoh dari sekeliling. Seberapa dia cuba menunjukkan cintanya kepada Mayang dirinya tetap akan menurut sesuatu yang dia lebih cintai. Walaupun Putri Melati masih tidak ada berita dan kepastian, hatinya tetap masih menunggu dengan harapan.

“Ayah rasanya saya sudah pilihan saya sendiri.” Tegas Putra

“Kalau itu keputusan kamu, ayah tidak memaksa. Jangan kamu risaukan hubungan persahabatan ayah dan ayah si Mayang.”

***
           
            Sudah hampir satu purnama Putra mencari kayu di hutan tetapi tidak menemui Putri Melati. Dia tidak jemu memainkan serulingnya, dia meniup dengan nada yang mendayu, alunannya menggambarkan kerinduan dan harapan yang tidak akan pernah berhenti sehingga menjadi kenyataan. Putra sentiasa menantikan Putri Melati dengan setia setelah menolak penjodohan dengan Mayang. 

            Putra masih ingat kata-katanya kepada Mayang mengenai dirinya yang sudah ada seseorang yang dia cintai, 

“Maafkan saya kerana menolak dijodohkan dengan kamu. Saya sudah punya kekasih hati saya sendiri.” 
“Siapa wanita itu, beruntung sekali dia kerana dicintai kamu, orang kampung kita juga ke?”
“Dia sepertinya jauh, tetapi dia sentiasa dekat di hati saya, Walaupun ada perbezaan tetapi cinta membuat kami sama. Sepertinya saya sudah memiliki dia tetapi masih banyak yang belum saya kenali.” Jelas Putra secara puitis. 
“ Ceritalah dengan bahasa yang mudah, tidak perlu berpuitis!” Mayang sedikit jengkel.
“Haha… dia bukan orang kampung kita, kamu tidak mengenali dia, namanya Putri, Putri Melati. Saya masih menunggu dia” Balas Putra tersenyum.

            Dia memikirkan kenyataan dan dia juga memikirkan perasaan itu akan memenangi segala-galanya. Dia yakin cinta nya akan didengari dan dapat bersama dengan Putri selamanya. Makanya dia tidak pernah jemu meniup serulingnya. 

“Apa kamu sudi meniupkan seruling untuk saya selamanya.”

Ada suara mencelah tumpuan Putra yang sedang leka meniup seruling dengan penuh perasaan dari belakang. Putra memusingkan kepalanya dan ternyata memang Putri Melati. Putra bangun dan berdiri di hadapan Putri Melati dengan mata yang merah kerana menahan air mata. Putri Melati tidak dapat menahan dan menangis kerana terlalu rindu. 

Dalam sebak Putra berkata, “Saya sudi, saya sudi selamanya asalkan kamu tidak pergi lagi.”           
Seri yang sedang melihat pertemuan dua kekasih hati bersama beberapa dayang Istana lain berkata kepada Putra, “Jagalah Tuan Putri dengan baik, dia kini bukan lagi sebahagian dari kami, dia milik kamu. Dia tidak akan kembali lagi ke tempat asalnya, jadi jangan pernah mengecewakannya.” 

Putra memandang wajah Putri, dia tahu berapa besarnnya pengorbanan Putri demi dirinya. Dia membacakan beberapa rangkap puisi yang membuat seri dan dayang-dayang menangis sebelum mereka semua berpisah.

“Pertemuan yang bahagia
Semua boleh menentukannya.
Akan tetapi tidak siapa tahu bagaimana selepasnya,
Sudah lama diseksa rindu tidak bersua,
Tidak mahu lagi diri ingin mengulanginya
Biarlah keputusan hari ini sebagai pengakhirnya
Dimiliki dan memiliki bersama selamanya.”


  
             
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar